POLA PENGASUHAN KELUARGATERHADAP ANAK TERBELAKANG MENTAL: STUDI KASUS SEBUAH KELUARGA DI INDONESIA
Wiwin Hendriani
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
MATERI TEMU ILMIAH IPPI V
Wiwin Hendriani
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
MATERI TEMU ILMIAH IPPI V
PENDAHULUAN
Tidak semua individu dilahirkan dalam keadaan normal. Beberapa di antaranya memiliki keterbatasan baik secara fisik maupun psikologis, yang telah dialami sejak awal masa perkembangan. Keterbelakangan mental adalah salah satu bentuk gangguan yang dapat ditemui di berbagai tempat, dengan karakteristik penderitanya yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata (IQ di bawah 75), dan mengalami kesulitan dalam beradaptasi maupun melakukan berbagai aktivitas sosial di lingkungan. Penderita keterbelakangan mental memiliki fungsi intelektual umum yang secara signifikan berada di bawah rata-rata, dan lebih lanjut kondisi tersebut akan memberikan pengaruh terhadap terjadinya gangguan perilaku selama periode perkembangan (Hallahan & Kauffman, 1988).
Masalah keterbelakangan mental, seperti dikemukakan oleh Budhiman (dalam Sembiring, 2002), memang perlu mendapatkan perhatian mengingat sejumlah tulisan sejak periode 1981 telah mengemukakan bahwa keterbelakangan atau retardasi mental merupakan masalah yang cukup besar di Indonesia, meskipun tetap diakui tidak ada data yang lengkap dan pasti tentang jumlah mereka di negara ini. Ketidaklengkapan data tersebut dimungkinkan karena tidak semua penderita dapat tercatat. Selama ini pencatatan sebatas dilakukan pada penderita yang datang berobat atau memeriksakan diri, serta mereka yang terdaftar di sekolah-sekolah luar biasa. Terlepas dari bagaimanapun kondisi yang dialami, pada dasarnya setiap manusia memiliki hak yang sama untuk memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Setiap orang berhak untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang kondusif dan suportif, termasuk bagi mereka yang mengalami keterbelakangan mental. Akan tetapi realita yang terjadi tidaklah selalu demikian. Di banyak tempat, baik secara langsung maupun tidak, individu berkebutuhan khusus ini cenderung ‘disisihkan’ dari lingkungannya. Penolakan terhadap mereka tidak hanya dilakukan oleh individu lain di sekitar tempat tinggalnya, namun beberapa bahkan tidak DOWNLOAD TULISAN LENGKAP DISINI.
Tidak semua individu dilahirkan dalam keadaan normal. Beberapa di antaranya memiliki keterbatasan baik secara fisik maupun psikologis, yang telah dialami sejak awal masa perkembangan. Keterbelakangan mental adalah salah satu bentuk gangguan yang dapat ditemui di berbagai tempat, dengan karakteristik penderitanya yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata (IQ di bawah 75), dan mengalami kesulitan dalam beradaptasi maupun melakukan berbagai aktivitas sosial di lingkungan. Penderita keterbelakangan mental memiliki fungsi intelektual umum yang secara signifikan berada di bawah rata-rata, dan lebih lanjut kondisi tersebut akan memberikan pengaruh terhadap terjadinya gangguan perilaku selama periode perkembangan (Hallahan & Kauffman, 1988).
Masalah keterbelakangan mental, seperti dikemukakan oleh Budhiman (dalam Sembiring, 2002), memang perlu mendapatkan perhatian mengingat sejumlah tulisan sejak periode 1981 telah mengemukakan bahwa keterbelakangan atau retardasi mental merupakan masalah yang cukup besar di Indonesia, meskipun tetap diakui tidak ada data yang lengkap dan pasti tentang jumlah mereka di negara ini. Ketidaklengkapan data tersebut dimungkinkan karena tidak semua penderita dapat tercatat. Selama ini pencatatan sebatas dilakukan pada penderita yang datang berobat atau memeriksakan diri, serta mereka yang terdaftar di sekolah-sekolah luar biasa. Terlepas dari bagaimanapun kondisi yang dialami, pada dasarnya setiap manusia memiliki hak yang sama untuk memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Setiap orang berhak untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang kondusif dan suportif, termasuk bagi mereka yang mengalami keterbelakangan mental. Akan tetapi realita yang terjadi tidaklah selalu demikian. Di banyak tempat, baik secara langsung maupun tidak, individu berkebutuhan khusus ini cenderung ‘disisihkan’ dari lingkungannya. Penolakan terhadap mereka tidak hanya dilakukan oleh individu lain di sekitar tempat tinggalnya, namun beberapa bahkan tidak DOWNLOAD TULISAN LENGKAP DISINI.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA ARTIKEL TERKAIT.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA TULISAN-TULISAN SAYA DALAM BENTUK MS WORD, MS EXCEL, MS POWER POIN, PDF.