Emosi remaja berada dalam situasi sturm und drung sebab belum stabil dan mencapai kematangan pribadi secara dewasa. Menurut Gesell, dkk, remaja 14 tahun seringkali mudah marah, mudah dirangsang, emosinya cenderung meledak, dan tidak berusaha mengendalikan perasaannya (Hurlock, 1993) karena emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka dari pada perilaku yang realistis.
Mereka merasa canggung akan pertambahan tinggi badan yang dirasa aneh dan mengganggu, mudah tersinggung kesal hati, dan tertekan, ingin marah. Dalam keadaan emosi yang belum stabil ini celaan atau kritikan dari lingkungan seringkali ditanggapi secara sungguh-sungguh dan sering ditafsirkan sebagai ejekan atau meremehkannya. Akibatnya mereka sering bersikap antipati dan melawan. Bila lingkungan keluarga, orang tua dan sekolah mengabaikan keadaan emosi remaja, misalnya anak-anak yang tidak disukai karena tampangnya kurang menguntungkan, kurang cerdas, sehingga melihat dengan sebelah mata dan sinis, biasanya remaja tersebut menjurus pada perilaku yang maldjusment dan sering pada tindakan delinkuency (Mulyono, 199).
Remaja merupakan masa kritis bagi pembentukan kepribadian. Remaja yang sedang dalam masa pancaroba ini apabila tidak mendapat bimbingan serta suasana lingkungan yang baik dapat menjurus pada berbagai kelainan tingkah laku, kenakalan, bahkan sampai melibatkan diri pada tindak kejahatan, termasuk penyalah gunaan obat narkotika serta perilaku seksual.
DAFTAR PUSTAKA:
E. B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Edisi ke-5, (Jakarta:Erlangga, 1993).
Y. Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja danPenanggulangannya, (Yogyakarta:Kanisius, 1995).