masa kecilku penuh dengan cobaan dan ujian yang harus aku laluhi. Aku kecil setiap hari ditinggal oleh orang tuaku ke sawah, tidak menggarap sawah sendiri, tetapi orang tuaku sebagai buruh tani di sawah milik orang-orang kaya di desaku, maklum orang tuaku bukan anak seorang jutawan yang dapat mewarisi harta berlimpah ruah, orang tuaku hanya anak seorang buruh tani sehingga orang tuaku harus membanting tulang sebagai buruh tiap hari agar aku bisa makan dan tidak kekurangan gizi. Menurut cerita orang tuaku, kakekku (orang tua 'pae') dulu sejak umur 10 Tahun sudah ditinggal mati oleh orang tuanya sehingga kakekku yang masih berumur 10 tahun itu harus bekerja sebagai buruh menggembalakan sapi-sapi para konglomerat yang ada di desaku. Setiap hari kakekku menggembalakan sapi-sapi para konglomerat itu agar dapat mengisi perutnya dan tidak mati karena kelaparan. Dari hasil bekerja sebagai buruh penggembala sapi selama 10 tahun lamanya kakekku akhirnya dapat membeli sebidang tanah yang kemudian dibuat untuk biayah pernikahan kakek dan untuk makan sehari-hari.
Disuatu pagi yang cerah, aku kecil terperanjat dari tempat tidurku yang hanya diberi alas tikar, maklum orang tuaku belum mampu membelikan kasur untukku. Aku segera bergegas menuju dapur untuk mencari mae (sebuatan untuk ibu)tapi ternyata ibuku sudah tidak ada di rumah, segera aku menuju ruang depan siapa tau ibuku ada didepan, tapi aku tidak menjumpai siapapun disitu "orang tua sudah pergi kerja" gumamku.