Sudah lama diketahui bahwa emosi merupakan salah satu aspek berpengaruh besar terhadap perilaku manusia. Bersamaan dengan dua aspek yang lainnya, yakni kognitif (daya pikir), dan konatif (psikomotorik). Emosi atau yang biasa disebut aspek afektif, merupakan salah satu penentu perilaku manusia, seseorang mau tersenyum, tertawa atau bahkan bertindak agresif dan berperilaku delinkuen kesemuanya akan tergantung pada emosi.
Walaupun emosi sangat berperan dalam perilaku manusia, tetapi tidak banyak yang mempermasalahkan aspek emosi hingga muncul Daniel Goleman yang mengangkat emosi sebagai topik utama dalam bukunya.
Kecerdasan emosi bukan konsep baru dalam dunia Psikologi, lama sebelum Goleman, E.L Thorndike pada tahun 1920 sudah mengungkap apa yang disebutnya sebagai social intellgence, yaitu suatu kemampuan untuk menghadapi orang lain disekitar diri sendiri dengan cara yang efektif (Azwar, 2002). Thorndike percaya bahwa kecerdasan sosial merupakan syarat penting dari keberhasilan seseorang diberbagai aspek kehidupan.
Ada beberapa definisi emosi, C.P. Chaplin dalam Kamus Psikologi mendefiniskan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku (Chaplin, 1993). Sementara J.P. Du Prezz, seorang EQ Organizational consultant dan pengajar senior di Potchefstroom University, Afrika Selatan. Secara tegas dia menegaskan emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu (Rahaju, 2005).
Dari dua definisi diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan, emosi adalah rekasi tubuh ketika menerima stimuli dari luar mencakup perubahan-perubahan yang disadari, sifatnya mendalam dan perubahan perilaku. Emosilah yang seringkali memunculkan perilaku delinkuen pada remaja, ada perasaan takut dengan apa yang terjadi, ada perasaan cemas, ada rasa kawatir, ada pula rasa marah yang diakibatkan oleh stimuli dari luar dirinya.
Tantangan terbesar bagi remaja saat ini adalah globalisa dan modernisasi lengkap dengan teknologinya, dimana selain mempunyai dampak positif, dampak negatif globalisasi serta modernisasi juga tidak kalah besar. Seperti yang telah dibahas dalam pembahasan sebelumnya bahwa menurut hasil penelitian dikota-kota industri dan kota-kota besar perilaku delinkuen lebih banyak terjadi dari pada di desa-desa.
Kondisi lingkungan seperti ini menuntut keterampilan remaja dalam berhubungan sosial dengan orang lain. Efektifitas manusia bergelut (dealing with) dengan lingkungan dipengaruhi oleh kecakapan dan kemampuan manusia itu mengelolah situasi kehidupannya (Saad, 2003). Apabila seseorang gagal dalam menumbuhkan hubungan antar pribadi atau interpersonal relationchips yang baik, termasuk dengan orang tuanya sendiri, maka dia akan mengalami keadaan senang berhayal, sakit fisik dan mental, agresi dan lari dari kenyataan hidup (Saad, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Inteligensi, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2002).
C.P. Chaplin, Kamus Psikologi, terjemahan oleh Kartini Kartono, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1993).
Rini Nurahaju, "Pengaruh Resistensi Perubahan dan Kecerdasan Emosi terhadap Sikap Dosen Mengenahi Perubahan ITS dari PTN menuju PT BHMN", (thesis, UNAIR Surabaya, 2005).
Hasbullah M. Saad, Perkelahian Pelajar;Potret Siswa SMU di DKI Jakarta, (Yogyakarta:Galang Press, 2003).